Perekonomian Defisit
seakan menjadi permasalah pelik yang tak unjung usai di negeri ini. Kurangnya dana untuk anggaran, menimbulkan
Negara harus terus meminjam dana kepada luar dan itu tetap harus di bayar. Itulah
musabab nilai hutang Negara pun kian meningkat selama ini.
Harian ini (edisi Senin, 21 Oktober
2013) baru saja mengangkat berita ekonomi bertajuk Defisit Transaksi Berjalan
Diprediksi hingga Tahun 2015. Bank Indonesia memprediksi transaksi akan tetap
berjalan defisit hingga Tahun 2015. Asumsi tersebut lahir, mengingat tidak
adanya perubahan spesifik mengenai permasalahan subsidi minyak serta ekonomi di
Eropa dan Amerika Serikat. Dan diperkirakan, hal itu baru akan mulai pulih pada
tahun 2015.
Sampai saat ini alih-alih permasalahan
defisit tidak juga dapat terpecahkan. Nilai impor Negara kian melonjak, serta
ekspor dari kebutuhan minyak tidak dapat dilakukan secara cepat. Melihat
kondisi Negara Eropa dan Amerika Serikat yang sedang mengalami krisis.
Selama ini beban Negara Indonesia untuk
mensubsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) terbilang sangat besar. Di karenakan jumlah
produksi BBM di Indonesia lebih kecil daripada kebutuhan penggunaan BBM. Oleh
karena itu ketergantungan kita dalam melakukan impor cukup besar. Di tambah
lagi, harga minyak dunia terus naik. Akibatnya, beban subsidi Negara pun
semakin dan semakin naik.
Transaksi berjalan masih akan defisit
hingga tahun 2015. Ini terjadi karena defisit pada triwulan II-2013 mencapai
9,8 miliar dollar AS atau 4,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Defisit
tersebut masih terlalu besar untuk diubah menjadi surplus melalui penguatan
suplai yang dilakukan dalam waktu 1-2 tahun.
Defisit transaksi berjalan tahun 2013 diperkirakan
di atas 3 persen dari PDB. Pada tahun 2014 dan 2015, defisit masih akan terjadi
meskipun dapat mengecil.
Dalam hal ini pemerintah harus lebih
cermat, dan berkewajiban untuk mengurangi atau menekan subsidi BBM. Subsidi BBM
sangat besar biayanya. Seharusnya pemerintah, mengalihkan Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) untuk mengembangkan keahlian Sumber Daya Manusia (SDM)
negeri ini, sehingga nilai impor dapat berkurang. Dan masyarakat dapat mengolah
Sumber Daya Alam nya (SDA) sendiri. Selama ini kita masih belum mandiri!
Permasalahan ini tidak akan dapat terpecahkan, selama kita sebagai pemilik, terus
bergantung dari luar. Pada tahun 1945 Indonesia telah merdeka, sama halnya
dengan Negara Korea Selatan. Namun, kini yang membedakan, Korea Selatan
melompat jauh lebih maju. Hal itu dikarenakan Negara membiasakan para
penduduknya untuk memakai produk dalam Negeri. Kesadaran dan kecintaan akan
produk dalam Negeri juga sangat perlu untuk di bangun. Di sinilah, Pemerintah
harus berusaha lebih keras, guna kemajuan Negeri ini. Dan yang terakhir,
Pemerintah harus lebih mengedapankan kebijakan Pajak Negara. Di Indonesia,
masih terlalu banyak jumlah pengusaha - pengusaha besar yang masih mengurangi
laporan laba perusahaannya. Padahal, salah satu sumber dana untuk negara yang cukup besar adalah dari pajak.
Masyarakat pun juga harus lebih
kooperatif dan sadar dalam memperbaiki permasalahan negerinya sendiri. Tindak
konsumerisme akan produk luar masih terlalu tinggi. Terutama pada pemilihan gadget
atau satelit komunikasi. Hal tersebut yang akan terus meningkatkan pendapatan
luar dan mempengaruhi kurangnya devisa Negara. Masyarakat dapat memulai, untuk
lebih memilih berbelanja di pasar tradisional. Sehingga, keuntungan yang di
dapatkan oleh para pedagang, mampu menggerakan roda ekonomi Negara. Dengan
berbelanja dan mencintai produk dalam Negeri. Hal tersebut juga membantu menekan
angka pengangguran di negeri ini.
Defisit harus diperangi. Sehingga,
Masyarakat dapat lebih sejahtera dan nilai kemiskinan pun dapat berkurang.
Mulai lah dari hal kecil, mulai lah dari diri sendiri, dan mulailah dari
sekarang.
(Belajar Membuat Tajuk Rencana/ Editorial)
Nice post. :)
BalasHapusTapi coba perhatikan pemakaian huruf besar. :cheers